Kewajiban Pengusaha di Bidang Pembukuan (Bookkeeping) dalam Hukum Dagang

Kewajiban Pengusaha di Bidang Pembukuan (Bookkeeping) 


Siapa saja yang mempunyai suatu perusahaan dan yang hendak mempunyai pengertian yang baik serta pemandangan yang jelas mengenai jalan perusahaannya, tidak boleh tidak harus mengadakan pembukuan yang baik dan teratur. Oleh karena itu, terutama demi untuk kepentingan pengusaha sendiri, maka KUHD mengatur perihal Pembukuan.

Perihal pembukuan diatur dalam Buku I Bab II Pasal 6 KUHD. Sebenarnya tak ada satu pasal pun dalam KUHD) yang dengan tegas menyebut tentang istilah pembukuan.

Dalam Pasal 6 KUHD hanya 1 disebutkan tentang kewajiban seorang menyelenggarakan perusahaan untuk mengadakan catatan mengenai keadaan kekayaan serta segala sesuatu yang berhubungan dengan perusahaannya.

Istilah pembukuan hanya terdapat dalam judul Bab II Kitab I KUHD tentang Pembukuan. Keharusan mengadakan pembukuan bertujuan agar yang berkepentingan jika perlu dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengusaha pada setiap waktu.

Bab II KUHD yang berlaku sekarang ini telah pernah mengalami perubahan prinsipiil dua kali, yaitu:

a.    pada tanggal 9 Juni 1927 dengan berlakunya Stb. 1927 No. 146;

b.    pada tanggal 17 Juli 1938 dengan berlakunya Stb. 1938 No. 276.

a. Perubahan I: Perubahan pertama adalah mengenai dihapuskannya keharusan pedagang untuk mengadakan pembukuan sistem lama, yakni mengadakan dan memelihara beberapa buku tertentu dan buku-buku lainnya yang tak diharuskan, tetapi diperkirakan diadakan juga oleh pedagang. Menurut sistem pembukuan gaya lama (sebelum berlakunya Stb. 1927 No. 146) setiap pedagang harus mengadakan buku harian (dagboek atau journal) dan buku copy. Di samping buku harian dan buku copy (yang berisikan tembusan dari surat-surat pedagang yang keluar) si pedagang dapat pula memelihara buku-buku lain yang lazim dipakai dalam perdagangan walaupun menurut KUHD tak diharuskan, misalnya buku rekening dan buku rekening koran. Pada waktu itu belumlah diadakan perbedaan antara sistem pembukuan-pembukuan tunggaUdouble. Kemudian setelah berlakunya Stb. 1927/146 keharusan pedagang untuk mengadakan dan memelihara buku-buku tertentu diganti dengan keharusan untuk mengadakan catatan-catatan mengenai keadaan kekayaan dan tentang semuanya yang mengenai perusahaannya, baik kekayaan perusahaan maupun kekayaan privenya.

Catatan-catatan itu harus diadakan sedemikian rupa sehingga dari catatan-catatan tersebut dapat diketahui hak-hak dan kewajiban-kewajiban si pedagang. Begitu pula dibedakan antara enkel en dubbel boekhouding.

b. Pembahan H: Pembahan kedua adalah mengenai perkataan ’’pedagang” dalam Pasal 6 (lama) KUHD, sebagai yang telah diubah dengan Stb. 1927/146, diganti dengan perkataan, ’’Setiap orang yang menjalankan pemsahaan dan setiap pelaksanaan pemsahaan diharuskan membuat catatan-catatan menurut syarat-syarat konkret dari perusahaannya.”

Jelaslah bahwa dengan adanya perubahan dengan Stb. 1938/276, maka kewajiban pembukuan bukan hanya dibebankan kepada pedagang, tetapi kepada setiap orang yang menjalankan perusahaan.

Dengan adanya kedua perubahan tersebut di atas, maka sejak itu pengusaha bebas menyusun pembukuannya dengan cara mengadakan catatan-catatan yang diharuskan itu, asal saja dari catatan-catatan itu setiap saat dapat diketahui oleh pihak ketiga mengenai keadaan kekayaannya yang nyata terutama hak-hak dan kewajibannya. Kewajiban mengadakan catatan-catatan meliputi kekayaan pengusaha baik kekayaan pemsahaan maupun kekayaan privenya.

Kewajiban ini ada hubungannya dengan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Per. Pasal-pasal ini menyatakan, bahwa seluruh harta benda dari seorang debitor, baik yang bergerak maupun yang tetap, baik yang telah ada maupun yang masih akan diperoleh, kesemuanya itu dipertanggungjawabkan bagi pemenuhan perikatan-perikatannya. Semua harta debitor itu mempakan jaminan bagi pelunasan utang-utangnya terhadap para kreditornya.

Setelah melalui dua kali pembahan, maka Pasal 6 (sekarang) KUHP menetapkan sebagai berikut.

a. Kewajiban pemegang buku bagi setiap orang, yang menjalankan pemsahaan, yakni membuat catatan mengenai keadaan kekayaan serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pemsahaannya itu sedemikian rupa sehingga dari catatan-catatan itu setiap waktu dapat diketahui segala kewajibannya terhadap orang lain.

0 Response to "Kewajiban Pengusaha di Bidang Pembukuan (Bookkeeping) dalam Hukum Dagang"

Post a Comment